Photo of the Day

Photo of the Day was the first dedicated social media campaign that I developed and ran and is still running successfully today. Wayne State is in a beautiful historic Detroit neighborhood known as…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Review Enola Holmes

Semenjak ditinggal wafat oleh ayahnya dan merantau oleh kedua kakak laki-lakinya, Sherlock (Henry Cavill) dan Mycroft (Sam Claflin), Enola (Millie Bobby Brown) tumbuh menjadi gadis remaja yang tangguh dan cerdas hasil didikan ibunya, Eudoria (Helena Bonham Carter).

Di suatu pagi, pas di hari ulang tahunnya yang ke-16, Enola mendapati kenyataan bahwa ibunya pergi meninggalkannya. Tidak lama kemudian, kedua kakaknya pun pulang ke rumah karena mendengar kabar sang ibu yang minggat.

Namun, kedatangan kedua kakaknya menimbulkan konflik tersendiri bagi Enola yang akhirnya membuat Enola ikut-ikutan kabur dari rumah demi menghindari kakak-kakaknya dan juga mencari ibunya.

Dalam perjalanannya, Enola secara tak sengaja bertemu dengan Tewkesbury (Louis Partridge) dan pertemuan itulah yang akhirnya mengantarkan Enola pada kasus pertamanya.

Lantas, apakah hal tersebut menjadikan Enola Holmes tampil buruk? Sama sekali tidak.

Okelah, misterinya memang tidak menarik. Justru cara penyajiannya yang menarik. Storytelling-nya dibuat jauh lebih dinamis dengan menggunakan teknik breaking the fourth wall untuk menjelaskan ini-itu dan lagi-lagi, teknik tersebut merupakan bentuk penyederhanaan yang dilakukan oleh Bradbeer agar guliran pengisahannya mudah dan menyenangkan untuk diikuti. Ingat rating PG-13 tadi.

Seperti itulah kira-kira Enola Holmes.

Untungnya, berkat storytelling-nya yang menarik dengan tone yang ceria, dangkalnya misteri agak sedikit tertutupi. Cerita berjalan menyenangkan… setidaknya hingga memasuki pertengahan second act.

Setelah itu, bencana pun dimulai.

Fokus cerita mulai bergeser dan inilah yang paling tidak saya suka. Pergeseran fokus tersaji dengan cara yang aneh karena sesungguhnya, fokus baru yang mendistraksi fokus utamanya tidak memiliki urgensi. Walaupun percabangan fokus masih tetap memiliki kaitan dengan perkembangan karakter Enola, tetap saja cara penyajiannya aneh.

Aneh? Menurut saya aneh.

Sektor cerita juga semakin diperparah dengan banyaknya subplot yang dimasukkan dan lagi-lagi, subplot yang hadir tidak memiliki daya cengkram yang kuat. Konflik-konflik sampingannya semakin menjauhkan film dari fokus utamanya. Saya tidak bilang itu hal yang sangat buruk, hanya saja dengan banyaknya hal yang ingin diceritakan tetapi dibatasi durasi, rentetan konflik sampingan tadi serasa menguap begitu saja.

Beruntunglah isu feminisme yang diusungnya tampil alami. Bradbeer mampu menyematkan isu tadi secara efektif melalui dialog dan momen-momen dramatis serta sekuen aksi. Oh iya, aksi. Enola Holmes juga memiliki sekuen aksi yang cukup seru tetapi juga aneh. Kok aneh? Karena sekuen aksinya cukup memengaruhi tone film secara drastis terutama pada klimaksnya. Tidak buruk, hanya aneh saja.

Dan untungnya lagi, meskipun berantakan di fokus cerita, Enola Holmes mampu tampil menyenangkan berkat kinerja cemerlang dari Millie Bobby Brown, dan jujur saja, dialah alasan saya tetap bertahan menontonnya hingga usai.

Bertindak sebagai karakter utama sekaligus ‘narator’, Millie tampil luar biasa sebagai Enola. Millie mampu membuat karakternya loveable. Apalagi dengan seringnya Millie ber-monolog-ria ke arah layar, saya jadi senyum-senyum sendiri.

Enola itu cerdas dan juga pandai bertarung. Ia diperlihatkan sangat terobsesi dengan sandi atau teka-teki kata, dan di sepanjang film sandi tersebut memiliki peran yang cukup penting bagi perkembangan karakternya. Namun, ia juga diperlihatkan sebagai seseorang yang tengah dalam proses belajar untuk mengembangkan kemampuannya, khususnya ilmu deduksinya.

Film dengan cerdas menampilkan proses belajar Enola di tengah-tengah keterbatasan pengetahuannya akan dunia luar. Pada titik inilah, Millie mampu menciptakan sejuta rasa berkat aktingnya yang mampu menghidupkan karakter Enola dengan sangat baik. Bahkan, saya merasa Enola seakan-akan ada di dunia nyata.

Kekurangan justru ada di karakter-karakter pendukungnya, seperti Helena Bonham Carter, Sam Claflin hingga Henry Cavill. Karakterisasi mereka tidak tergali dengan baik. Mereka dihadirkan hanya sebagai pemicu atas tindakan yang dilakukan oleh Enola. Kesalahan bukan pada aktingnya melainkan cara naskah membentuk karakternya.

Saya bahkan sama sekali tidak merasakan ikatan kuat antara Enola dan ibunya. Kedekatan mereka yang dihadirkan melalui flashback tidak cukup kuat untuk membuat saya peduli dengan status mereka berdua sebagai ibu dan anak. Saya justru lebih tertarik dengan sosok Mycroft yang menjunjung tinggi nilai-nilai patriarki (dan mungkin bisa dikatakan sebagai antagonis sesungguhnya dalam film) dan tentunya Sherlock yang tampil sangat berbeda dari penggambaran karakter di novelnya.

Superman berubah menjadi Sherlock yang kali ini tampil sangat bijaksana. Ini menarik. Mycroft yang memandang rendah pendidikan perempuan juga tampil sama menariknya. Penggambaran karakter yang berbeda dari novelnya (termasuk fisiknya) memberikan nuansa berbeda. Sayang sekali, film lebih memilih untuk mereduksi kejeniusan mereka berdua demi menonjolkan detektif wanita yang baru saja lahir.

Meskipun masih memiliki kekurangan, Enola Holmes tetaplah sajian detektif yang menghibur. Saya bahkan berharap agar proyek Enola Holmes diteruskan menjadi semesta detektif (minimal trilogi) karena sesungguhnya world building-nya menyimpan banyak potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.

Sebenarnya saya hendak memberikan nilai “Lumayan” untuk Enola Holmes. Hanya saja, penampilan memesona dari Millie Bobby Brown akhirnya mengubah keputusan saya. Great work, Millie.

Nilai: Bagus

Dwiyan Budi Sulistyo, Bekasi, 26 Oktober 2020.

Add a comment

Related posts:

Moving On

There have been times I spend to write these poems about you. I have thought there is really something between us, or else those dreams won’t occur. Well, it turns out, it is just a single-sided…

SOFTWARE E HARDWARE

Vamos conhecer o conceito e a diferença entre hardware e software. Precisamos ter uma clara visão desses dois conceitos e lembrar que eles são complementares. O conceito de hardware é bem simples…

I Became A Monk Because I Hate People

A couple of weeks ago, I was going on a run in my neighborhood jamming to Radiohead’s OK Computer. I was wearing a man bun, a very unpopular hairstyle in a religiously and politically conservative…